Sabtu siang yang mendung. Semilir angin sepoi-sepoi menggoyang dedaunan pohon-pohon bambu. Suara gemerisiknya membuat suasana asri semakin terasa. Alunan musik celempung dan karinding mengalun dari panggung sederhana di tengah kebun bambu. Nuansa Sunda begitu terasa sepanjang acara.
Saya menikmati alunan musik tiup dan pukul ini bersama
teman-teman blogger dan warga sekitar Kebon Awi Kaffe, tempat acara ini
digelar.
Acara yang diprakarsai pemilik Kebon Awi Kaffe, Ambu Ottih dan
putranya, bertujuan melestarikan budaya Sunda yang mulai terlupakan.
Menurut Ambu Ottih, kebon awi yang disulapnya menjadi kafe
merupakan salah satu caranya melestarikan budaya Sunda. Tidak hanya sebagai
kafe, kebon awi miliknya ini menjadi perpustakaan bambu.
Mengapa demikian?
karena ada 24 jenis bambu tumbuh di kebun ini. "Sebelumnya ada 95 jenis
bambu, sekarang tinggal 24 jenis,"kata Ambu Ottih yang sudah menekuni seni
Sunda sejak duduk di bangku sekolah dasar.
salah satu papan nama tentang riwayat dan jenis bambu di Kebon Awi Kaffe |
Tidak
berlebihan jika menyebut tempat ini sebagai perpustakaan bambu. Sejauh mata
memandang, isinya pohon bambu semua. Bahkan saat memasuki kafe, pengunjung
disambut suara gemericik air terjun kecil dan rimbunnya pohon bambu.
"Dulu
itu, semua orang di sini punya kebon awi, tapi sekarang makin berkurang karena dijual.
Tetangga saya banyak yang pindah dari sini karena tidak punya tanah lagi,"
cerita Ambu Ottih.
Ambu Ottih Rostoyati mengabdikan hidupnya untuk seni Sunda |
Agar
tetap lestari, Manajer Kebon Awi Kaffe yang juga putra Ambu Ottih menggagas
kegiatan seni ini. Ia mengadakan pertunjukkan seni Sunda di tengah kebon
awi miliknya.
Pertunjukan musik karinding menjadi pembuka acara. Mulanya, bunyi-bunyi
yang dihasilkan dua alat musik dari bambu ini terasa melengking di
telinga saya. Setelah sepuluh menit, telinga saya mulai menemukan perpaduan
harmonis dari karinding dan celempung.
Pertunjukan
karinding dan celempung merupakan karya seni yang memanfaatkan bambu
sebagai bahan utama pembuat alat musiknya. Konon, karinding yang ukurannya
mungil itu dianggap sebagai cikal bakal alat musik di tanah Sunda.
Alasannya
karena karinding bisa menghasilkan berbagai bunyi. Dari karinding yang mungil,
diciptakan berbagai alat musik. Salah satunya adalah celempung.
Di
tengah pertunjukan, Kang ZA, salah satu pemainnya, memperkenalkan karinding
sebagai alat musik tertua di tanah Sunda. Karinding terbuat dari bambu jenis
bambu gombong.
Bambu yang digunakan harus tua dan benar-benar kering. Kalau ada
yang mau belajar membuat karinding, Kang ZA membuka pelatihan di Kebon Awi
Kaffe juga.
Selain bentuk
fisik dan sedikit sejarah karinding, Kang ZA juga memaparkan filosofi
karinding. Menurut Kang ZA, filosofi karinding adalah sabar, sadar, dan yakin.
Tiga sikap hidup yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan. Filosofi
ini berasal dari cerminan sikap perajin karinding. Ia harus sabar dalam
membuat karinding yang ukurannya kecil.
Kesabaran itu akan membuahkan kesadaran
bahwa kecilnya karinding bukan berarti tidak berguna. Keyakinan akan manfaat
karinding itulah yang membuat seseorang tetap tekun membuat karinding.
Ternyata
karinding tidak hanya bermanfaat sebagai alat musik, karinding juga bermanfaat
untuk :
- mengusir hama.
- mengantar arwah leluhur
- mengatur arah angin.
Hujan masih
lebat ketika pertunjukan musik selesai. Karena sudah masuk waktu makan
siang, para tamu undangan dijamu dengan salah satu menu
andalan Kebon Awi Kaffe, yaitu ayam rebung bumbu rica.
pojok duduk yang nyaman dan hidangan lezat di Kebun Awi Kaffe |
Usai makan siang, para undangan disuguhi tari topeng.
Penarinya adalah Ambu Ottih sendiri. Sebelum mementaskan tari topeng, Ambu
Ottih menceritakan filosofi topeng yang digunakan dalam tarian.
Ada lima topeng
yang digunakan dalam tarian
- Topeng pertama berwarna putih menyimbolkan kelahiran manusia.
- Topeng kedua berwarna biru menyimbolkan fase kanak-kanak hingga remaja yang dialami manusia.
- Topeng ketiga berwarna pink menyimbolkan fase pencarian jati diri manusia.
- Topeng keempat berwarna merah, menyimbolkan fase manusia yang sudah mengenal jati dirinya
- Topeng kelima juga berwarna merah dengan ekspresi berbeda menyimbolkan watak manusia yang arogan dan serakah
lima karakter manusia |
Baru kali ini saya menonton tari topeng secara live.
Untuk kesekian kalinya, perasaan haru menyusup setiap kali saya menonton pentas
tari, teater, atau pembacaan puisi. Ambu Ottih menari dengan luwes meskipun
usia beliau sudah hampir sewindu.
Acara terakhir diisi oleh Kang Ade Habtsa bersama
seorang rekannya. Ia menyanyikan dua lagu, masing-masing berbahasa Sunda dan
berbahasa Indonesia.
Diiringi petikan gitar dan semilir angin yang makin lama
terasa dingin menusuk tulang, lagu-lagunya terasa romantis. Ternyata tidak
hanya suaranya yang enak didengar, celotehan-celotehan Kang Ade pun mengundang
tawa serupa komika yang sedang open mic.
Performance Ade Habtsa |
Pada penghujung acara, Ambu Ottih yang juga pengajar
di Fakultas Antropologi Unpad menyampaikan tiga filosofi Sunda, yaitu silih
asah, silih asuh, dan silih asih.
"Sebagai manusia, kita harus bisa
mendidik diri sendiri agar tidak menyakiti orang lain, baik secara lisan maupun
perbuatan,"tutur beliau
Kearifan lokal adalah kekayaan setiap individu agar
selalu ingat bahwa ada kampung halaman dan tradisi yang harus dijaga serta
dilestarikan. Nilai-nilainya akan selalu terpatri di hati kita, disadari atau tidak.
No comments