Showing posts with label budgeting. Show all posts

Freelancer Wajib Tahu : Metode dan Tips Efektif Budgeting

metode budgeting
Image by Steve Buissinne from Pixabay

Setiap baca tips-tips kelola keuangan, sebagai freelancer, saya merasa tips-tips tersebut lebih cocok untuk pekerja berpenghasilan tetap setiap bulan. Sementara bagi saya yang penghasilannya tiap bulan sangat fluktuatif, budgeting ala pekerja tetap kurang cocok.

Para freelancer pasti sudah tangguh mengalami masa ketidakpastian pencairan honor hingga pekerjaan yang sudah masuk jadwal kerja dalam jangka waktu tertentu, mendadak dibatalkan.Sebagian freelancer ada yang sudah punya bargaining position kuat hingga bisa mengajukan tuntutan akibat wanprestasi yang dialami. Namun, sebagian lagi hanya bisa pasrah. Kelompok yang bisa pasrah ini banyak, termasuk saya,hehe..

Akibatnya, honor yang digadang-gadang akan dialokasikan untuk ini itu terpaksa dipending. Mending kalau alokasinya tidak mendesak. Bagaimana jika alokasinya untuk bayar utang yang sudah jatuh tempo? Duh, pasti banyak juga yang mengalami gimana rasanya mumet tujuh keliling cari solusi yang aman.

Ketidakpastian itu yang sering bikin kagok kalau mau menerapkan budgeting. Pada umumnya, mekanisme budgeting mendata total penghasilan yang diterima setiap bulan. Setelah itu, membaginya dalam berbagai pos sesuai persentase yang ditentukan. 

Baca juga Ciri Orang yang Duitnya Banyak di Bank, tapi Ngga Pamer

Sebenarnya banyak jenis budgeting yang bisa diterapkan dengan menyesuaikan kondisi pemasukan freelancer. Belasan tahun lalu, saya pernah baca bukunya Prita Ghozie. Judulnya Tetap Cantik, Gaya, dan Kaya Raya. Bukunya menarik. Prita yang latar belakangnya keluarga mapan juga berada menawarkan perspektif mempersiapkan dana pensiun dan asuransi juga investasi. 

Perspektif yang menginspirasi saya untuk berinvestasi demi masa tua bebas finansial. Inspirasinya saja yang saya ambil. Sementara cara dia menerapkan budgeting di bukunya menurut saya terlalu rumit. Apalagi dia pakai contoh gaji minimal 10 juta untuk budgeting. Waktu itu gaji saya masih 4 juta an. Saya jadi overthinking. Kejauhan nih pilih parameternya. 

Saya pun meninggalkan Prita. Sesekali saya masih baca tips-tipsnya di akun Zapfin, lembaga kelola finansial yang dia dirikan. Oh ya, saya belajar cara memilih investasi yang tepat untuk pemula pun dari ulasan ayahnya Prita di Zapfin juga. Meski bukan parameter finansial yang tepat untuk saya, konten-konten Zapfin tetap bermanfaat kasih insight saya kelola finansial.

Baca Apakah Kamu Termasuk Kelas Menengah? 

Selama belasan tahun trial and error menerapkan tips budgeting, baik sebagai pekerja berpenghasilan tetap maupun sebagai freelancer, saya menyimpulkan mekanisme budgeting yang umum digunakan pekerja tetap masih bisa diadaptasi freelancer. Bedanya, kalau pekerja tetap membagi pos-pos persensetase pengeluaran per bulan, freelancer membaginya setiap menerima honor. 

Tips Budgeting untuk Freelancer

1. Alokasikan setiap fee yang masuk ke pos-pos pengeluaran yang sudah ditetapkan

Mekanismenya budgeting freelancer ngga dikumpulin dulu trus dibagi-bagi. Karena untuk freelancer, nunggu kumpul dulu semua duitnya, waktu cairnya ngga sama. Ada berurutan dari minggu ke minggu hingga ada yang tidak pasti kapan cairnya, tapi tetep aja project-nya dikerjakan di tengah ketidakpastian kapan hilal tampak. 

Salah satu contoh, hari ini ada fee tulisan yang masuk. Jumlahnya Rp 487 ribu. Sesuai dengan tips pertama, 487 ribu langsung dibagikan ke pos kebutuhan, keinginan, dan utang.

Saya menyebutnya konsep dasar budgeting untuk freelancer. Jadi, setiap adda fee masuk, langsung dibagi per pos pengeluaran. Tidak peduli nominalnya kecil sekalipun. Semua ada harganya. Semua punya rumah untuk pulang alias pos pengeluaran.

2. Pilih metode budgeting yang sesuai

Bagaiman kita memilih metode budgeting yang sesuai dengan kondisi kita? Sebenarnya saya juga tidak punya tips pasti. Saya pakai mekanisme trial and error sih selama ini :D

Ada banyak metode budgeting yang bertebaran di dunia manajemen finansial. Saking banyaknya saya lupa merinci satu per satu. Berikut ini saya spill beberapa metode budgeting yang saya ingat saja ya.

  • 50% needs - 30% wants - 20% savings

Pada metode ini, yang termasuk kelompok needs adalah biaya sewa, biaya kebutuhan sehari-hari, belanja bulanan, bayar utang, asuransi, dan transport. Kelompok wants terdiri atas hobi, liburan, hang out, iuran langganan, kado, dan biaya perawatan rumah juga diri sendiri. Kalau kelompok savings sudah kebayang kan isinya apa aja? Yup, ada dana darurat, biaya masa tua, dan investasi.

  • 60% needs - 30% debt -  10% savings

Yang membedakan metode ini dengan sebelumnya adalah adanya pos khusus untuk membayar utang sebesar 30%. Persentasenya maksimal 30% yang kerap dibahas dalam perbincangan atau konten finansial management di medsos. Katanya, "Utang yang sehat tidak boleh lebih dari 30%."

  • 75% needs - 15% savings - 10% want

Metode budgeting yang ini memasukkan konsumsi, transportasi, sewa tempat tinggal, operasional harian, sedekah, dan iuran masuk dalam kelompok kebutuhan. Untuk kelompok tabungan terdiri atas dana darurat, dana kesehatan, piknik, dan sinking fund alias dana untuk belikan kado, dll. Nah yang 10% ini ternyata terdiri atas hobi dan upgrade skill. 

Apa pun metode budgeting yang dipilih, tetap langkah pertama membagi setiap fee yang masuk dalam pos-pos atau kelompok pengeluaran tersebut. Kadangkala karena kita yang pegang duitnya dan itu adalah duit kita, kita cheating tipis-tipis. Ada pos pengeluaran yang tidak sengaja tidak diisi demi mengisi pos lain yang diinginkan.

Pramoedya Ananta Toer, penulis masyhur di sejarah sastra Tanah Air, pernah bilang, "Sucilah sejak dari pikiran." 

3. Rajin mencatat pengeluaran setiap hari

Sekilas tampak sederhana, gampang banget lah catat pengeluaran setiap hari. Ternyata rutinitas selalu perlu effort. Tidak semua orang berhasil mendisiplinkan dirinya menulis pengeluaran setiap hari. 

Kadangkala sama sekali ngga sempet mencatatnya. Atau ketika mencoba pakai aplikasi, eh malah berasa lebih enak ditulis manual saja. 

Saya memilih mencatatnya di buku khusus. Ada kepuasan berbeda ketika melakukan jurnaling finansial. Mencatat belanja apa saja hari ini pakai pensil atau spidol warna-warni. Semacam healing meski harus berlapang dada semua makin mahal saja. 

Hal menarik dari aktivitas pencatatan ini lagi-lagi tentang jujur pada diri sendiri. Tak hanya itu, pencatatan pengeluaran harian  membuat kita lebih mengenali diri sendiri. 

Ternyata saya sukanya jajan. Ternyata uang abis untuk printilan. Ternyata latte factor mendominasi pengeluaran keluarga. Dan ternyata-ternyata lain yang cukup mengagetkan. 

4. Paylater bisa, tapi pakai dengan bijaksana

Paylater seringkali melenakan. Eksistensinya bisa memengaruhi mental. Semacam membuat kita merasa tetep punya duit untuk belanja apa saja. Padahal itu minjem dan harus dibayar. 

Kalau mepet banget, bisa dipakai. Tapi jangan semua dianggap mepet. Mumpung lagi diskon gede dan ngga sering ada diskon, beli aja dulu pakai Paylater. 

Mindset macam itu yang akhirnya membuat kita terbiasa pakai Paylater. Ini analoginya bersenang-senang dahulu bersakit-sakit kemudian. 

Pastikan saat menggunakan Paylater, kita sudah punya budget untuk membayarnya. Sebagai freelancer, sudah ada kerjaan fix yang honornya cair sebelum jatuh tempo. 

Kalau ngga ada, mending ngga usah pakai semua fasilitas Paylater. Mengabaikan itu, siap-siap hidup bakal kacau. Percaya deh! 

---

Budgeting bagian dari kecerdasan kita mengelola keuangan. Di dalamnya ada kebijakan juga kebajikan. Membenahi budgeting sama dengan membenahi hidup. Urusan uang yang tertib seharusnya bisa merapikan pikiran dan hati kita. Perjalanan finansial lebih jelas, mau ke mana, akan dibuat bagaimana, selanjutnya bagaimana. Idealnya sih gitu.. 


 


7 Tanda Orang Punya Uang Banyak di Bank (tapi Tidak Mau Pamer)

tips finansial
image by Mohamed Hassan from Pixabay
 

Kaya tidak selalu tentang mobil mewah dan pakaian branded. Sebaliknya banyak orang kaya yang hidupnya sederhana aja, nggak suka pamer. Mereka lebih suka hal-hal kecil yang berkelas daripada gaya hidup yang berlebihan.

Namun, jika kita perhatikan lebih cermat, ada beberapa tanda yang menunjukkan sebenarnya mereka tajir melintir. Kita bisa lihat mulai dari sikapnya yang tenang sampai cara mereka mengatur keuangan. 

Berikut ini 7 tanda yang bisa menunjukkan  seseorang itu punya banyak uang meskipun mereka gak suka pamer. Yuk, lanjut baca!

7 Tanda Orang Punya Uang Banyak di Bank (tapi Tidak Pamer)

1. Hidup Sederhana

Banyak uang bukan berarti harus pamer lewat gaya hidup. Konsep ini menjadi inti buku The Millionaire Next Door karya Thomas J.Stanley dan William D. Danko. Dua orang itu membahas kebiasaan dan perilaku orang-orang terkaya di Amerika.
     
Buku ini menunjukkan bahwa banyak miliarder yang menghindari gaya hidup mewah, seperti pakai mobil sport atau mengenakan pakaian-pakaian branded super mahal. Tentu saja pilihan tersebut sangat bertentangan dengan anggapan masyarakat umum tentang gaya hidup para miliarder.

Ketimbang bermewah-mewah, orang-orang kaya raya ini memilih investasi cerdas, hidup sederhana, dan memprioritaskan keamanan finansial. Mereka biasanya paham bahwa kebebasan finansial sejati bukan sekadar punya barang-barang mahal, melainkan keamanan dan kesempatan yang datang dari perencanaan keuangan yang cerdas.

Kamu kenal seseorang yang hidupnya nyaman, tapi ngga suka pamer? Bisa jadi dia punya banyak uang di bank meski gaya hidupnya biasa saja.
     
2. Tidak Direpotkan Urusan Nota Pembayaran

Urusan santai soal bill gini mengingatkan saya pada Fitri, teman saya. Dia santai banget soal duit. Suatu hari kami janjian brunch di salah satu kafe cukup mahal. Pas nota datang, dia langsung bayar tanpa lirik totalnya. Padahal waktu itu pesanan saya lumayan nominalnya. 
 
Yang lebih menarik lagi, dia tetap tenang setiap ada pengeluaran mendadak. Musti mendadak perbaiki mobil atau tagihan medis, sebagian contohnya. Mulanya saya kira dia memang tipe cuek. Ternyata lama-kelamaan saya baru ngeh kalo dia punya tabungan yang lebih dari cukup. Makanya ngga pernah repot kalo ada pengeluaran mendadak dalam jumlah besar. Demikian juga kalau hang out musti bayar nota dengan nominal signifikan.
 
3. Pengalaman Lebih Penting daripada Barang

Ada yang bilang kalau punya duit, kamu bebas meluangkan waktu untuk semua hal yang kamu anggap penting. Buat banyak orang kaya, pengalaman jauh lebih penting ketimbang barang-barang. 
 
Sebuah penelitian di Journal de Possitive Psychology menemukan bahwa orang yang meluangkan uangnya untuk pengalaman daripada barang cenderung lebih berbahagia. Mereka merasa uangnya lebih bermanfaat.
 
Travelling, rutin hadir di acara budaya, atau sekadar ngobrol dengan sahabat atau keluarga biasanya menjadi pilihan mereka. Manfaatnya jauh lebih banyak bagi mereka ketimbang belanja gawai terbaru atau barang mewah. 
 
Orang-orang kaya yang memilih hidup sederhana memahami bahwa nilai menciptakan pengalaman berkesan dan bahagia melampaui kepuasan sementara belanja barang-barang mewah.
 
4. Punya Konsultan Keuangan
 
Tidak semua orang kaya raya mempunyai konsultan keuangan. Namun, hampir semua orang yang punya uang banyak di bank dipastikan punya konsultan keuangan. 
 
Punya konsultan keuangan artinya kita tidak hanya punya uang untuk dikelola, tetapi juga punya uang berlebih untuk membayar orang lain yang mengelolanya. Para profesional ini ada untuk membantu klien mereka memaksimalkan kekayaannya. 
 
Jadi, sudah bisa disimpulkan kalau seseorang punya konsultan keuangan, kemungkinan besar mereka mapan secara finansial. 

5. Tidak Kenal Istilah Tabu Bahas Uang

Biasanya di keluarga Indonesia, bahas uang dianggapp tabu. Pertanyaan-pertanyaan seperti, "Gaji kamu berapa? Rumah ini harganya berapa?" dianggap kasar atau tidak sopan. Ternyata pola pikir semacam ini ngga lazim di kalangan orang-orang kaya lho.

Saya perhatikan, orang-orang yang punya banyak uang di bank rata-rata satai aja bahas soal keuangan. Mereka terbuka soal investasi, properti, bahkan cuek aja cerita tentang kesalahan keuangan yang pernah dilakukan. 

Jadi, tanda kondisi finansial seseorang sangat baik bisa dilihat dari terbukanya ia membahas uang dan masalah keuangan yang pernah ia alami atau bahkan sedang dialami.

6. Menghargai Waktu
 
Satu-satunya hal yang tidak bisa dibeli oleh uang adalah waktu. Mereka yang isi tabungannya melimpah seringkali menghargai waktu.  Pemahaman ini umumnya terefleksikan dalam pendelegasian pekerjaan. 

Biasanya mereka mengalihdayakan tugas yang bisa mereka lakukan sendiri, tapi mereka memilih mendelegasikannya pada orang lain. Beberapa contohnya belanja daring, memasak, membersihkan rumah, atau merawat tanaman.